Gerak Tari dan Nilai-nilai dalam Tari Tradisional Indonesiai

 

UNSUR POKOK TARI

1.  Gerak

Gerak tari berbeda dengan gerak sehari-hari. Di dalam tari, gerak adalah sumber ekspresi (Hadi, 2012). Gerak tari merupakan gerak sehari-hari (gerak wantah) yang sudah diubah menjadi gerak yang bernilai estetis (indah) juga ritmis. Gerak yang bernilai estetis akan mendatangkan kesenangan/rasa kagum saat kita menyaksikannya. Ritmis dalam gerak tari berarti bahwa gerak yang ditampilkan memiliki tempo dan dinamika gerak yang selaras dengan iringan musiknya. Untuk menghasilkan gerak yang indah, maka dibutuhkan proses stilasi (penghalusan) dan distorsi (perombakan) dari gerak wantah menjadi gerak tari. Berikut merupakan contoh stilasi gerak berjalan ke dalam gerak tari Betawi dan tari Jawa.

Dalam melakukan sebuah gerak, kita membutuhkan ruang sebaga tempat untuk melakukan gerakan, membutuhkan waktu sebagai durasi cepat lambatnya suatu gerakan dilakukan, dan membutuhkan tenaga. Dalam gerak tari, unsur tenaga, ruang dan waktu tersebut akan mempengaruhi watak/penokohan/karakter yang ditampilkan penari dalam sebuah karya tari, serta akan membentuk sebuah makna dalam gerak tari.

2.  Tenaga

Tenaga yang digunakan akan sangat mempengaruhi pemaknaan gerak. Ketika penari melakukan gerak yang mencerminkan kemarahan, maka penari akan menggunakan intensitas tenaga yang kuat, namun ketika penari melakukan gerak yang mencerminkan kesedihan, maka penari akan menggunakan intensitas tenaga yang lemah. Intensitas ialah banyak sedikitnya tenaga yang digunakan di dalam sebuah gerak (Murgiyanto, 1983). Penggunaan tenaga yang besar akan menghasilkan kesan bersemangat dan kuat, sebaliknya penggunaan tenaga yang sedikit, akan memberikan kesan lemah, halus, sedih, dan sebagainya. Joyce (1993) mengidentifikasi tenaga (force) dalam tari yaitu kekuatan gerak (kasar/lembut), ukuran gerak (berat/ringan), dan aliran tenaga yang digunakan bebas (tertahan/ bebas).

3.  Ruang

Ruang dalam tari mengandung dua pengertian, yang pertama ruang gerak, dan yang kedua ruang pentas. Pada Unit 2 ini, ruang yang dipelajari difokuskan pada materi ruang gerak. Ruang gerak merupakan ruang yang tercipta dari gerak yang dilakukan penari. Ruang gerak meliputi posisi, level, dan jangkauan gerak penari. Posisi dalam tari terdiri dari arah hadap dan arah gerak. Dalam menari, penari dapat mengambil arah hadap ke depan, belakang, kanan, kiri, serong kanan depan, serong kiri depan, serong kanan belakang, dan serong kiri belakang. Penari juga dapat bergerak ke arah kanan, kiri, depan, belakang, zigzag dan berputar.

Unsur keruangan yang kedua yaitu level gerak (tinggi rendahnya gerak). Penari dapat menggunakan level rendah (low level), sedang (middle level) ataupun level atas (high level). Berikut merupakan contoh perbedaan level dalam gerak tari.

Level paling atas yang dapat dicapai oleh seorang penari adalah ketika ia melakukan gerak melompat di udara, dan level paling rendah yang dapat dicapai penari ialah ketika ia melakukan gerak rebah di lantai (Murgiyanto, 1983).

Ruang gerak yang ketiga yaitu terkait jangkauan gerak penari atau lebar sempitnya gerak tari (volume gerak). Ruang gerak akan turut memengaruhi pemaknaan sebuah gerak tari. Ketika penari menampilkan ungkapan kesedihan, biasanya penari akan menggunakan volume gerak yang kecil, dan ketika penari menampilkan ungkapan kebahagiaan atau menampilkan karaktergagah maka penari akan menggunakan volume gerak yang lebar/luas. Berikut merupakan contoh penggunaan volume ruang gerak dalam tari.

Ruang dalam tari tidak hanya diwujudkan melalui gerak penari, namun mencakup ruang gerak yang dihasilkan dari posisi saat penari bergerak di tempat dan lintasan saat penari berpindah tempat. Posisi dan garis lintasan tersebut disebut dengan istilah pola lantai. Pola lantai dapat dibentuk oleh penari tunggal, berpasangan ataupun berkelompok. Berikut ini, merupakan contoh pola lantai dalam tari.

4.  Waktu

Waktu di dalam tari meliputi durasi tari, dan tempo gerak. Durasi tari adalah jumlah waktu dari awal hingga akhir tarian. Tari yang memiliki durasi terlalu panjang, akan kehilangan kekuatan/ pengaruhnya terhadap penonton, sedangkan tari yang durasinya terlalu pendek akan membuat penonton ingin menonton kembali atau malah penonton tidak mempunyai cukup waktu untuk dapat memahami maknanya (Suharto, 1985). Tempo gerak adalah cepat lambatnya suatu gerak dilakukan. Tempo gerak dalam tari tidak harus selalu sesuai dengan tempo musiknya, sehingga tempo gerak dapat dibuat berbeda-beda dalam iringan musik yang sama. Berikut ini, merupakan ilustrasi hitungan gerak dengan tempo cepat, sedang dan lambat dalam hitungan 1 sampai 8 dengan tempo yang konstan/ tidak berubah-ubah.

Jika tanda “x” diperagakan ke dalam gerak langkah kaki, maka dalam tempo cepat, terdapat 16 langkah kaki yang dilakukan. Dalam tempo sedang terdapat 8 langkah kaki, dan dalam tempo lambat hanya terdapat 4 langkah kaki. Perbedaan jumlah langkah kaki dalam hitungan 1–8 tersebut menunjukan cepat lambatnya gerak langkah kaki yang dilakukan. Perbedaan tempo gerak akan turut mempengaruhi makna sebuah gerak. Gerakan yang cepat biasanya lebih aktif dan menggairahkan, sedangkan gerak yang lambat berkesan tenang, agung, atau malah membosankan (Murgiyanto, 1983).



RAGAM SIKAP DAN GERAK DASAR TARI TRADISIONAL

Gerakan tari melibatkan hampir seluruh bagian tubuh, seperti kepala, bahu, pinggang, mata, tangan, hingga kaki. Sikap gerak bagian tubuh dalam tari akan sangat mempengaruhi keindahan bentuk gerak yang disajikan. Terdapat berbagai sikap dasar dan ragam gerak dasar tari yang digunakan dalam tari tradisional di Indonesia.

1.  Sikap Duduk

2.  Sikap Kaki

3.  Sikap Tangan

4.  Gerak Kepala

5.  Gerak Mata

6.  Gerak Bahu

7.  Gerak Tangan

8.  Gerak Kaki

Di dalam gerak tari, lahir dua jenis gerak tari, yaitu gerak murni (pure movement) dan gerak maknawi (gestur). Gerak murni merupakan gerak yang tidak memiliki makna tertentu, dan hanya mengutamakan nilai keindahan geraknya saja. Berikut merupakan gambar-gambar gerak murni dari ragam gerak dasar tari tradisional.

Selanjutnya, gerak maknawi merupakan gerak yang secara visual memiliki arti di baliknya. Gerak maknawi lahir dari sebuah peniruan terhadap gerak alam (mimitif) ataupun perilaku manusia (imitatif). Adapun contoh gerak maknawi yang bersumber dari hasil peniruan perilaku manusia adalah sebagai berikut.

Tari kreasi baru yang diciptakan oleh seorang seniman Bali bernama I Gede Manik di atas, menggambarkan percintaan burung cendrawasih pada masa “mengawan” (musim perjodohan). Tari cendrawasih disajikan secara berpasangan untuk memerankan burung jantan dan burung betina.


NILAI NILAI DALAM TARI TRADISIONAL

Pada dasarnya hampir setiap tari tradisional di Indonesia memiliki makna yang dalam, seperti nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, keharmonisan dan keberagaman. Sebagai contoh, pada tari tarian tradisional Indonesia, penari melakukan gerak sembah atau gerak hormat untuk mengawali dan mengakhiri gerak tarinya. Gerak sembah ini dapat dimaknai sebagai perwujudan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, keharmonisan dan keberagaman, karena gerak sembah merupakan sebuah bentuk permohonan pada yang Maha Kuasa, atau perwujudan sikap kesopanan dan saling menghormati. Dalam hidup bermasyarakat kita dituntut untuk saling menghormati baik kepada sesama maupun kepada orang yang lebih tua (Dewantara, 1977).

Jika berpijak pada pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, maka kegiatan pembelajaran tidak hanya sekadar proses alih ilmu pengetahuan saja (transfer of knowledge), tetapi juga sebagai proses transformasi nilai (transformation of value). Untuk itu, selain memperkenalkan tari-tari tradisi, nilai-nilai yang ada dalam gerak tari pun perlu diperkenalkan pada peserta didik, sebagai salah satu cara menanamkan pendidikan karakter. Adapun nilai-nilai yang perlu ditanamkan pada peserta didik yaitu nilai religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung jawab (Haryanto, 2016).

Tarian Saman dan tari Rapa’i Geleng adalah contoh salah satu manifestasi tari tradisional yang mengandung nilai religius, karena kedua tarian ini merupakan media dakwah yang dipresentasikan dalam bentuk seni pertunjukan. Syair-syair yang dilantunkan ‘syeh’ sebagai pengiring tari, merupakan bentuk dakwah melalui seni. Rapa’i merupakan tarian yang merupakan ungkapan rasa syukur atas suatu keberhasilan baik dalam pertanian maupun bidang kehidupan lainnya. Tari Saman dan Rapa’i Geleng adalah wujud persembahan sebagai ungkapan rasa gembira, yang tidak pernah luput dari puji-pujian kepada Allah SWT (Ditwdb, 2019). Gerak dan irama tari Saman juga tari Rapa’i Geleng, dikemas dalam kalimat-kalimat selawat.

Lebih lanjut, tari tradisional juga mengandung nilai gotong royong, yang menginterpretasikan sikap tenggang rasa dan tolong menolong, serta mengutamakan persatuan dibandingkan dengan mengutamakan kepentingan pribadi. Sebagai contoh, dalam sebuah pertunjukan tari saman, penari harus mampu bekerjasama. Setiap penari harus mengontrol egonya, tidak boleh merasa paling bagus, dan harus mampu menyesuaikan tempo, serta tenaga antar penarinya. Hal ini dimaksudkan agar gerakan yang ditarikan dapat selaras dan memiliki nilai keindahan saat ditampilkan. Begitupun dengan karya tari tradisional lainnya. Pertunjukan tari tidak dapat berdiri sendiri, karena terdapat berbagai unsur pendukung lain seperti iringan musik, tata teknis pentas, tata rias dan busana sehingga penari harus mampu bekerjasama dengan berbagai pihak agar dapat mewujudkan pertunjukan tarinya. Terlebih jika tarian tersebut ditarikan secara berkelompok.

Nilai-nilai tata krama sangat kental terlihat dari tari tardisional Indonesia. Salah satu contohnya adalah tata krama yang terdapat dalam tari Tayub. Penari Tayub harus mengikuti tata krama, (menari Tayub) mulai dari cara berpakaian, cara duduk, dan cara menari (Narawati, 2003). Setiap penari Tayub tidak boleh menggunakan pakaian dinas saat menari Tayub, karena para raja dan bupati dahulu sering turut serta dalam kesenian ini. Kaum laki-laki dan perempuan harus duduk terpisah, kaum di luar bangsawan tidak boleh duduk sejajar dengan bangsawan, penari harus menyembah (memberi hormat) dulu kepada penonton, dan penonton harus bertepuk tangan jika penari menampilkan gerakan yang memukau (Ramlan, 2008). Hal tersebut adalah salah satu contoh tata krama yang terdapat dalam tari tradisional.

Selain nilai sosial, dalam tari tradisional juga terdapat nilai-nilai patriotisme. Tari Remo adalah salah satu tari yang identik dengan nilai patriotisme. Walaupun terdapat banyak variasi tari remo di Jawa Timur, pada dasarnya konsep karya tarinya tetap sama, yaitu tarian yang menceritakan tentang seorang pejuang di medan laga (Winarno, 2015). Sikap kepahlawanan yang ditampilkan sudah menjadi ciri khas orang Jawa Timur, yang ibukota provinsinya dijuluki sebagai kota Pahlawan. Penggambaran sosok manusia Jawa Timur yang mempunyai karakter ekspresif, lugas, tegas, serta pemberani, tergambar secara jelas melalui tata riasnya, serta gerak tarinya.




.

Komentar